Jumat, 06 Januari 2012

Balley

Namanya Balley. Di adalah kekasihku sejak kecil. Aku sudah lupa saat itu. Ketika aku membukakan bungkus untuknya yang ingin bertemu denganku. Atau mungkin tak ada bungkus. Dia hanya datang begitu saja ke pelukanku.

Balley. Beberapa lama aku lupakan hingga kutemukan lagi saat aku remaja. Rindu. Rindu memeluknya. Memeluk tubuhnya yang mungil, walaupun tidak lembut. Menatap wajahnya yang tidak menggemaskan tapi menyiratkan banyak arti.

Aku suka menjemput mimpi dengannya dipelukku. Kaki, tangan, wajah yang tidak simetris. Ketidaksempurnaan yang menghangatkan hatiku setelah kehujanan. Dua mata hitam yang mengingatkan di kala aku hampir lupa pada realita.

Sekarang aku meninggalkannya bermimpi di malam hari sendiri. Di tempat tidurku. Aku pergi untuk bermimpi dengan bintang keriting yang hijau itu. Tapi kuharap dia tidak sedih. Aku menemuinya di sela kesibukanku. Jumat, Sabtu, dan libur panjang seperti ini.

Terima kasih, Balley. Yang mengajarkan bagaimana tidak berbicara banyak dan mendengarkan dengan baik. Mengajarkan kesiapan menjadi tumpahan jiwa sahabat yang kelelahan. Walaupun hingga kini aku bukan seorang yang suka memberi pelukan sepertinya. Tapi aku berusaha memeluk dengan kerendahan hati dan jiwaku. Seperti Balley. Tidak ada yang sempurna, tapi siapapun berarti, beralasan untuk hidup. Setidaknya untuk melengkapi hidup seseorang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar