Minggu, 08 Januari 2012

Perdana

Udah beberapa hari belakangan aku bolak-balik ol.akademik. Taulah, ya, mau liat yang namanya IP. IP perdana. Kayak gimana hasil setengah tahun kemarin.

Emang sih, ya. Semester lalu itu terasa nggak begitu banyak beban. Just flow and go. Belajar sampe ngantuk pulang kalkulus hari Jumat terus tidur siang sampe waktu siap-siap berangkat datang. Kuis-kuis kalkulus yang benar-benar ala kadarnya, kuis kimia yang entah bagaimana, kuis fisika yang... Yaa lumayan laah dari pada yang lain.

Nggak ikut praktikum pertama PTI-B sampe nangis di depan Ikal, Yosi, Pandu. Bayangan nggak lulus langsung memocongi menghantui. Hii. Tapi untungnya dalam hal ini aku cukup cerdas. Entah memang bakat. Akhirnya nilai praktikum rata-rata 70an. Selamat lah yaa berkat praktikum 3 sama 4 yang maksimal pisan.

Merasa bodoh setiap belajar fisika sama yang lain. Merasa semangat kalau belajarnya kimia. Tapi lebih on-fire lagi kalau PTI. Tapi agak males, sih, kalau harus ngajarin Yosi yang di kelasnya... Ya, begitulah.

Kayaknya hasil-hasilnya itu benar-benar berbanding lurus sama kebiasaan di kelas sama di lab. Coba renungkan, catatan kimia aku itu adalah catatan terbaik dalam sejarah di antara yang lain. Bacanya paling enak, dan langganan dipinjem. Di kelas juga serasa ada bubuk sihir yang bikin otak semangat, dan nggak cuma semangat, tapi cerah juga. Lumayan, karena bisa ngejawab beberapa pertanyaaan-pertanyaan dosen (walaupun dalam hati kecil yang imut ini) dan temen-temen yang lain. Merasa berguna aja. Di lab juga beberapa kali sempat ngajarin ngasih tau temen-temen apa yang mereka bingungin. Kayaknya emang efek dari SMA yang kimia-oriented sekali. Guru-gurunya yang ekstradisiplin, menguji adrenalin, dan ya, ada seseorang yang juga kimia pisan di samping aku waktu itu. Oh dan buku-buku warisan Mas Ian itu kebanyakan adalah buku kimia, lumayan lengkapnya (walaupun nggak dibaca semua). Sempet waktu itu ada kimia eklusif empat atau lima jam gitu dan aku sakit. Nyesel sekali. Dan untungnya pagi sebelum UTS II itu sempat belajar yang ketinggalan sama yang lain. Tapi sedihnya adalah UTS II dilalui tanpa kalkulator. Alhasil kotretan berserakan dimana-mana tanpa sempat dihapus. Jadi pengen minta kertasnya, buat kenang-kenangan :P

Nah, kalau fisika, catatannya aja pake pensil, nggak teratur, geje. Di kelas juga sering merasa awkward. Yang lain pada ngomongin apa, nggak ngerti. Kenapa begini kenapa begitu suka bingung sendiri. Kalau dikasih tutorial juga bingung apa yang harus dikerjain duluan. Biasanya di akhir yang ketulis cuma diketahuinya aja. Merasa bodoh banget, nggak sih? Makanya di kelas juga sering ngantuk. UTS I yang tanpa kalkulator dan UTS II yang entah bagaimana itu.

Kalkulus? Catatan ala kadarnya, apalagi dosennya nggak suka ada yang nulis selama penerangan beliau lagi nerangin. Mirip-mirip guru waktu SMA lah ya, walaupun dosen yang sekarang itu tukang ngebodor, yang sering sarkastik dan intimidating. Ini sih nggak pernah ngantuk. Tapi suka bingung sendiri juga ngomongin apa. Walaupun di saat-saat terakhir waktu ngebahas integral itu cerah sekali. Dan sayangnya, saat-saat terakhir yang penting, yang ngebahas cara ngerjain soal calon UTS itu, terlewatkan karena sakit. Ugh. Jadilah waktu UTS II itu kebanyakan diisi dengan melihat pemandangan dan seseorang (maklum UTS-nya di ruang baca CC barat yang kaca semua), untuk mengurangi rasa mual sisa sakit kemarin yang ditambah soal-soal gila itu.

Nah, hasilnya juga sebanding. Kimia berhasil dapet A, fisika B (agak mengherankan, terbantu praktikum, kuis  sama RBL), dan kalkulus BC, terseok-seok.

Sekarang tinggal nunggu nilai-nilai lain yang katanya terakhir keluar besok. Bismillaaah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar